Jumat, November 12, 2021

Financial Literacy Migrant Worker-3

  Budiarto Eko Kusumo       Jumat, November 12, 2021
Penempatan tenaga kerja migran dari Indonesia yang resmi dan dikelola oleh pemerintah dimulai pada tahun 1969. Setahun kemudian sektor swasta yang diatur untuk perekrutan dan penempatan migrasi disahkan dan dikembangkan.
Indonesia, dikenal sebagai negara sumber migrasi tenaga kerja terbesar kedua di Asia setelah Filipina, dengan perkiraan 2,7 juta orang Indonesia bekerja di luar negeri dengan izin resmi, dan masih banyak lagi migran gelap.
Mayoritas (78% pada tahun 2007) pekerja migran dari Indonesia adalah perempuan, yang umumnya bekerja sebagai pekerja rumah tangga, pengasuh anak dan pekerja perawatan lanjut usia di Hongkong, China, Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah.

Begitu tiba di basecamp, langsung persiapan untuk turun lapang esok harinya (Foto: 03/01/2012)

Pekerja migran Indonesia di luar negeri, yang dikenal sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), melamar pekerjaan di agen perekrutan milik swasta yang terdaftar dan memiliki izin dari pemerintah, yang biasa disebut Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau Privately-owned Indonesian Manpower Placement Company.
Agen-agen ini tidak hanya merekrut migran untuk pekerjaan di luar negeri, tetapi bertanggung jawab untuk mempersiapkan pekerja untuk pekerjaan ini di luar negeri serta mengatur perjalanan mereka. Menurut UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, semua pekerja tersebut wajib mengikuti pelatihan kerja dan bahasa.
Biasanya individu yang direkrut untuk bekerja di luar negeri datang dan menghadiri sesi pelatihan beberapa bulan dengan agen perekrutan di mana mereka belajar ketrampilan khusus pekerjaan untuk bekerja di luar negeri, misalnya pekerja rumah tangga belajar tentang penggunaan peralatan rumah tangga modern dan standar luar negeri untuk membersihkan kamar.

Usai wawancara di Bakung, singgah sebentar bersama Field Coordinator di Candi Simping (Foto: 04/01/2012)

Selain itu, mereka juga menerima pengarahan umum sebelum keberangkatan yang mencakup isu-isu seperti keamanan dan perbedaan budaya di luar negeri. Agen perekrutan juga bertanggung jawab untuk mendaftarkan pekerja dalam program asuransi wajib yang mencakup migran jika terjadi kecelakaan, sakit, upah yang belum dibayar atau pemutusan kontrak dini oleh majikan, atau kematian saat berada di luar negeri.
Para migran dan keluarganya biasanya berasal dari daerah pedesaan dan memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah serta terbatasnya penggunaan dan pengetahuan tentang jasa keuangan formal. Untuk mengatasi kendala pengetahuan tersebut, World Bank dalam kemitraan dengan Pemerintah Indonesia memprakarsai “Program Percontohan Pendidikan Literasi Keuangan bagi Pekerja Migran dan Keluarganya” (Pilot Program on Financial Literacy Education for Migrant workers and their Families), dengan tujuan mengidentifikasi cara-cara efektif dalam meningkatkan literasi keuangan rumah tangga pekerja migran.
Langkah pertama dalam merancang percontohan ini adalah studi diagnostik (World Bank, 2010), yang mengumpulkan informasi tentang cara di mana terdapat konsentrasi tinggi rumah tangga pekerja migran dan PPTKIS. Berdasarkan penilaian ini, Provinsi Jawa Timur diidentifikasi sebagai daerah dengan jumlah migran dan PPTKIS yang tinggi.

Dari Candi Simping, melihat fasilitas penukaran uang asing di Kademangan (Foto: 04/01/2012)

Di Jawa Timur, Malang Raya dan Kabupaten Blitar sebagai daerah yang memiliki cukup PPTKIS untuk bermitra. World Bank kemudian bekerja sama dengan Disnakertrans Malang dan 11 PPTKIS yang berbasis di Malang Raya untuk mendapatkan sampel pekerja migran dan keluarganya untuk percontohan ini.
Rekrutmen dilakukan secara bergilir, dengan Tim Proyek secara berkala menghubungi 11 PPTKIS untuk mendapatkan daftar tenaga kerja yang berasal dari Malang Raya dan Blitar yang direkrut oleh perusahaan tersebut guna ditempatkan di luar negeri. Tim Proyek menetapkan ukuran sampel target 400 rumah tangga, dan terus mengumpulkan pekerja secara berkelompok dari agen perekrut ini sampai target itu terpenuhi.
Saat batch nama pekerja diterima dari PPTKIS, mereka dimasukkan oleh staf proyek ke lembar kerja Excel dalam urutan yang terdaftar oleh PPTKIS, dan kemudian digenerate secara acak untuk digunakan dalam menetapkan individu sebagai sampel.

Enumerator melihat fasilitas keuangan di Panggungrejo (Foto: 05/01/2021)

Dari sampel 400 pekerja migran, hasil acak ini menghasilkan 101 rumah tangga migran yang ditugaskan untuk perawatan A (pelatihan literasi keuangan hanya diberikan kepada pekerja migran), 97 untuk perawatan B (pelatihan literasi keuangan diberikan kepada anggota rumah tangga para pekerja migran saja), 98 untuk perawatan C (pelatihan literasi keuangan diberikan kepada pekerja migran beserta anggota rumah tangga), dan 104 untuk kelompok kontrol tanpa pelatihan literasi keuangan.
Dalam penelitian ini, dilakukan survey lanjutan (follow-up surveys) sebanyak tiga kali melalui wawancara langsung. Survey lanjutan pertama dilakukan pada Maret 2011 dan mewawancarai 392 dari 400 rumah tangga (98%). Survey lanjutan kedua dilaksanakan pada September 2011, dan berhasil mewawancarai ulang 376 dari 400 rumah tangga (94%). Survey lanjutan ketiga (terakhir) dilakukan pada Januari 2012 dan mewawancarai 365 rumah tangga (91%).
Penelitian yang saya ikutin adalah survey lanjutan yang ketiga atau dikenal dengan Financial Literacy Migrant Worker-3 (Literasi Keuangan Pekerja Migran Putaran 3). Dalam penelitian ini, World Bank bekerja sama dengan Regional Economic Development Institute (REDI) dalam melaksanakan survey ini. Lokasi survey diadakan di Malang Raya, Kabupaten Blitar dan Kota Blitar, dari 2 hingga 31 Januari 2012.

Enumerator 2 melakukan wawancara (Foto: 14/01/2021)

Saya mendapat tugas menjadi Supervisor sekaligus Editor untuk wilayah Kabupaten dan Kota Blitar dengan dua enumerator, yaitu Slamet Hariono dan Ahmad Nur Muhith. Ada 22 kecamatan di Kabupaten Blitar, dan 3 kelurahan di Kota Blitar yang dikunjungi dalam penelitian ini.
Pelatihan untuk personil Tim diadakan pada Senin (02/01/2012) di Kantor Regional Economic Development Institute (REDI) yang beralamatkan di Jalan Arif Rahman Hakim No. 152 Galaxi Bumi Permai Blok B1-03 Surabaya.
Esok harinya, baru berangkat menuju ke Blitar dengan bersepeda motor. Berangkatnya saya diboncengin Field Coordinator, Wawan Setiawan, S.IP, dengan sepeda motor Yamaha warna orange. Sementara, dua enumerator membawa sepeda motor miliknya sendiri-sendiri.

Bantu wawancara enumerator 2 (Foto: 14/01/2021)

Oleh Field Coordinator, Tim Blitar langsung diajak menuju ke rumah Ibu Hadi Soewito yang berada di Jalan Pamungkur No. 101 RT 03 RW 02 Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar, sebagai basecamp Tim Blitar. Lokasinya sekitar 200 meter sebelah barat Makam Aryo Blitar.
Berangkat dari Kantor REDI siang hari selesai training hari kedua dan sampai di Blitar menjelang Maghrib. Hari itu belum turun lapangan, namun Tim Blitar sudah melakukan pemetaan menggunakan peta Kabupaten Blitar yang dibeli di sana sambil berdiskusi dengan Field Coordinator yang menginap di basecamp satu malam.
Hari pertama mulai turun lapangan pada Rabu (04/01/2012), saya diajak Field Coordinator menjumpai responden di daerah Bakung, yang dari rumah responden bisa melihat Samudera Indonesia. Pulang dari Bakung, jalurnya melewati Candi Simping. Saya dan Field Coordinator singgah sebentar di candi, terus lanjut pulang ke basecamp.

Menunggu orang di pertigaan di tengah hutan jati untuk bertanya arah alamat responden enumerator 1 di daerah Nglegok (Foto: 16/01/2021)

Mulai hari kedua, saya sudah mulai melakukan data entry. Namun demikian, setiap ada enumerator yang merasa kewalahan di suatu wilayah, saya dengan sigap akan membantu turun lapangan. Entah itu membantu memotret fasilitas keuangan maupun mewawancarai responden.
Untuk mewawancarai responden, biasanya saya memilih lokasi yang jauh atau terpencil. Suatu ketika saya pernah mendampingi enumerator Slamet Hariono menjumpai responden yang rumahnya harus melewati perkebunan kopi dan hutan jati yang luas dan sepi di daerah Nglegok dekat dengan Gunung Kelud.
Begitu pula ketika membantu enumerator Ahmad Nur Muhith, saya juga memilih daerah pegunungan yang berbatasan dengan Waduk Karang Kates, Malang. Daerahnya masuk Kecamatan Kesamben, dan rumahnya responden berada di perbukitan.

Enumertor 1 melakukan wawancara di daerah yang melalui hutan jati (Foto: 16/01/2021)

Tim Blitar berada di lapangan hingga tanggal 28 Januari 2012. Di sana Tim Blitar mengunjungi TKI, rumah tangga TKI, dan fasilitas keuangan yang sering diakses oleh TKI maupun keluarganya baik untuk pengambilan remmintance maupun penukaran uang, seperti bank, kantor pos maupun gerai penukaran uang asing.
Penelitian ini saya ikuti sebelum saya berkantor di REDI (20 Mei 2013 – 15 July 2016), dan merupakan ajakan dari sejawat yang pernah sama-sama berkarya di SurveyMETER sebelum ia bergabung dengan REDI. Kebetulan sejawat menjadi Field Coordinator Tim Blitar.
Kendati hanya 25 hari bertugas di Blitar, namun memberikan pengalaman yang banyak. Selain mengenal daerah Blitar, saya juga berkesempatan mengunjungi sebagian candi yang ada di sana, seperti Kalicilik, Kotes, Mleri, Pemandian Penataran, Penataran, Plumbangan, Sawentar, dan Simping serta dua museum, yaitu Museum Penataran dan Museum Bung Karno.
Pulang dari Blitar, Tim Blitar dijemput oleh Filed Coordinator. Dalam perjalanan ke Surabaya, saya diajak singgah di basecamp Tim Malang yang masih menyelesaikan entrian data. Setelah mengobrol beberapa saat saya diboncengin Filed Coordinator melanjutkan perjalanan ke Surabaya. ***


logoblog

Thanks for reading Financial Literacy Migrant Worker-3

Previous
« Prev Post

2 komentar:

  1. Terima kasih Pak Budi mengingatkan kembali survey kita di Blitar. Sukses Pak.

    BalasHapus
  2. Matur suwun Pak Budi.. Mugi sukses selalu Pak, saget panggihan maleh Pak..

    BalasHapus

Sahabat Blog